STEROID
Sejak
abad ke-17 orang telah dapat memisahkan berbagai jenis senyawa dari
sumber-sumber organik, baik tumbuhan, hewan maupun mikroorganisme. senyawa-senyawa tersebut
misalnya asam laktat, morfin, kuinin, mentol, kolesterol, penisilin dan
sebagainya. Tidaklah berlebihan bila dinyatakan bahwa ilmu kimia
senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme atau disebut juga ilmu
kimia bahan alam merupakan bagian yang
terpenting dari ilmu kimia organik. Perkembangan ilmu kimia organik pada
hakekatnya seiring dengan usaha pemisahan dan penyelidikan bahan alam. Hal ini
antara lain disebabkan karena struktur
molekul dari senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh organisme mempunyai variasi
yang sangat luas. Kenyataan ini dapat digunakan untuk mendalami pengetahuan
mengenai reaksi-reaksi organik dan juga untuk menguji hipotesa atau penataan
ulang molekul dan spektroskopi serapan elektron. Disamping itu, bahan alam juga
merupakan tantangan dalam penetapan struktur molekul yang kadang kala sangat
rumit seperti vitamin B12 dan sintesa molekul tersebut in vitro. Oleh karena
itu ilmu kimia bahan alam adalah salah satu bidang dimana banyak reaksi kimia
dapat dipelajari. Hutan tropis yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan adalah
merupakan sumber daya hayati dan sekaligus sebagai gudang senyawa kimia baik
berupa senyawa kimia hasil metabolisme primer yang disebut juga sebagai senyawa
metabolit primer seperti protein, karbohidrat, lemak yang digunakan sendiri
oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya, maupun sebagai sumber senyawa
metabolit sekunder seperti terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid dan alkaloid.
Senyawa
metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan
bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan
hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Senyawa kimia
sebagai hasil metabolit sekunder atau metabolit sekunder telah banyak digunakan
sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya serta
sangat banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang digunakan obat-obatan yang dikenal
sebagai obat tradisional sehingga diperlukan penelitian tentang penggunaan
tumbuh-tumbuhan berkhasiat dan mengetahui senyawa kimia yang berfungsi sebagai
obat.
Untuk
mendapatkan jumlah senyawa aktif yang relatif besar dari metabolit sekunder
diperlukan tanaman yang cukup berlimpah sehingga mengalami kesulitan dalam
penyediaan tanam,an dan karena itu diperlukan lahan untuk pengembangan tumbuhan
tersebut. Sehingga usaha-usaha untuk mendapatkan metabolit tersebut terus menerus dilakukan
dan penetilitan-penelitian dengan memanfaatkan kultur jaringan saat ini
merupakan pilihan yang sangat tepat untuk dikembangkan. Ditinjau dari sudut
kimia organik, maka mempelajari senyawa kimia bahan alam ini sangat menarik,
walaupun banyak sekali yang mempunyai struktur kimia yang rumit. Senyawa kimia
beserta derivat-derivatnya yang bermanfaat untuk kehidupan pada tumbuhan
merupakan proses yang sangat menarik untuk dipelajari sehingga mendorong
perhatian peneliti untuk mengenal dan mengetahui struktur senyawa dan dengan
demikian melahirkan bermacam-macam metode pemisahan dan penentuan karakterisasi
senyawa murni fitokimia untuk digunakan dalam bioassay serta pengujian farmakologis.
Senyawa-senyawa
kimia yang merupakan hasil metabolisme sekiunder pada tumbuhan sangat beragam
dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu
terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid dan alkaloid.
1.
STEROIDA
Steroid
terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokan ini didasarkan pada
efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa. Kelompok-kelompok
itu adalah sterol, asam-asam empedu, hormon seks, hormon adrenokortikoid,
aglikon kardiak dan sapogenin. Ditinjau dari segi struktur molekul, perbedaan
antara berbagai kelompok steroid ini ditentukan oleh jenis substituen R1 , R2
dan R3 yang terikat pada kerangka
dasar karbon. sedangkan perbedaan antara senyawa yang satu dengan yang lain
pada suatu kelompok tertentu ditentukan oleh panjang rantai karbon R1, gugus
fungsi yang terdapat pada substituen R1, R2, dan R3, jumlah serta posisi gugus
fungsi oksigen dan ikatan rangkap dan konfigurasi dari pusat-pusat asimetris
pada kerangka dasar karbon tersebut.
Steroid adalah golongan lipid yang mempunyai
karakteristik dari jenis struktur penyatuan cincin karbon. Steroid
merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar triterpena asiklik. Ciri umum
steroid ialah sistem empat cincin yang tergabung.
Steroid
terdapat dalam hampir semua tipe system kehidupan. Dalam binatang banyak
steroid bertindak sebagai hormone. Steroid merupakan salah satu golongan
senyawa metabolic sekunder yang cukup penting dalam bidang medis. Sampai
sekarang lebih dari 150 jenis steroid telah terdaftar sebagai obat (Suryelita,
2000). Beberapa jenis senyawa steroid yang digunakan dalam dunia obat-obatan
antara lain estrogen merupakan jenis steroid hormon seks yang digunakan untuk
kontrasepsi sebagai penghambat ovulasi, progestin merupakan steroid sintetik
digunakan untuk mencegah keguguran dan uji kehamilan, glukokortikoid sebagai
anti inflamasi, alergi,demam, leukemia, dan hipertensi serta kardenolida
merupakan steroid glikosida jantung digunakan sebagai obat diuretik dan penguat
jantung (Doerge, 1982).
Karena
semakin meningkatnya kebutuhan akan obat-obatan steroid, maka perlu diupayakan
pencarian bahan baku yang lebih banyak untuk mensintesis obat-obatan steroid
dimasa yang akan datang. Salah satu tumbuhan yang ditemukan mengandung senyawa
steroid adalah tumbuhan pepaya (Carica papaya L.)
Uji Senyawa Steroid dapat di lakukan dengan cara :
Sebanyak
4 gram sampel digerus dengan kloroform, lalu fitratnya diambil dan dimasukkan
ke dalam plat tetes dan pelarutnya dibiarkan menguap, kemudian ditambah 2-3
tetes asam asetat anhidrat dan diaduk sampai semua residu menjadi larut lalu
ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat. Munculnya warna hijau sampai biru
menunjukan adanya steroid.
A. Asal Usul Steroida
Percobaan-percobaan
biogenetik menunjukkan bahwa steroid yang terdapat dialam berasal dari
triterpenoid. Steroid yang terdapat dalam jaringan hewan beasal dari
triterpenoid lanosterol sedangkan yang terdapat dalam jaringan tumbuhan berasal
dari triterpenoid sikloartenol setelah triterpenoid ini mengalami serentetan
perubahan tertentu. tahap-tahap awal dari biosintesa steroid adalah sama bagi
semua steroid alam yaitu pengubahan asam asetat melalui asam mevalonat dan
skualen (suatu triterpenoid) menjadi lanosterol dansikloartenol. Percobaan-percobaan
menunjukkan bahwa skualen terbentuk dari dua molekul farnesil pirofosfat yang
bergabung secara ekor-ekor yang segera diubah menjadi 2,3-epoksiskualen.
selanjutnya lanosterol terbentuk oleh kecenderungan 2,3-epoksiskualen yang
mengandung lima ikatan rangkap untuk melakukan siklisasi ganda. Siklisasi ini
diawali oleh protonasi guigus epoksi dan diikuti oleh pembukaan lingkar
epoksida. Kolesterol terbentuk dari lanosterol setelah terjadi penyingkiran
tiga gugus metil dari molekul lanosterol yakni dua dari atom karbon C-4 dan
satu dari C-14. Penyingkiran ketiga gugus metil ini berlangsung secara
bertahap, mulai dari gugus metil pada C-14 dan selanjutnya dari C-4. Kedua
gugus metil pada kedua C-4 disingkirkan sebagai karbon dioksida, setelah
keduanya mengalami oksidasi menjadi gugus karboksilat. sedangkan gugus metil
pada C-14 disingkirkan sebagai asam format setelah gugus metil itu mengalami
oksidasi menjadi gugus aldehid.
Percobaan
dengan jaringan hati hewan, menggunakan 2,3-epoksiskualen yang diberi tanda
dengan isotop 180 menunjukkan bahwa isotop 180 itu digunakan untuk pembuatan
lanosterol menghasilkan (180)-lanosterol radioaktif. Hasil percobaan ini
membuktikan bahwa 2,3-epoksiskualen terlibat sebagai senyawa antara dalam
biosintesa steroida. Molekul kolestrol terdiri atas tiga lingkar enam yang
tersusun seperti fenantren dan terlebur dalam suatu lingkar lima. Hidrokarbon
tetrasiklik jenuh yang mempunyai sistem lingkar demikian dan terdiri dari 17
atom karbon sering ditemukan pada banyak senyawa yang tergolong senyawa bahan
alam yang disebut stroida. Kesimpulan bahwa lanosterol dan sikloartenol adalah
senyawa-senyawa antara untuk sintesa steroid masing-masing dalam jaringan hewan
dan jaringan tumbuhan didasarkan pada beberapa pengamatan dan percobaan berikut
:
1. Sikloartenol bertanda ternyata digunakan dalam
pembentukan
steroid tumbuhan (fitosterol)
2. Sikloartenol banyak ditemukan dalam tumbuhan sedangkan
lanosterol jarang.
3. Jaringan hati tidak dapat menggunakan sikloartenol
sebagai
pengganti lanosterol dalam pembuatan kolesterol dan setroid
lainnya.
B. Tata nama steroid
Sebagaimana senyawa organik
lainnya, tata nama sistematika dari steroid didasarkan pada struktur dari
hidrokarbon steroid tertentu. nama hidrokarbon steroid itu ditambahi awalan
atau akhiran yang menunjukkan jenis substituen.Sedangkan, posisi dari substituen
itu ditunjukkan oleh nomor atom karbon, dimana substituen itu terikat.
Berdasarkan struktur umum steroid tersebut, maka jenis-jenis hidrokarbon induk
dari steroid adalah sebagai berikut :
Nama Jumlah atom C Jenis rantai samping ( R)
Androstan 19 -H
Pregnan 21 -CH2CH3
Kolan 24 -CH(CH3)(CH2)2CH3
Kolestan 27 -CH(CH3)(CH2)3CH(CH3)2
Ergostan 28 -CH(CH3)(CH2)2CH(CH3)CH(CH3)2
Stigmastan 29 -CH(CH3)(CH2)2CH(C2H5)CH(CH3)2
Dalam pemberian nama steroida,
jenis substituen ditunjukkan sebagaimana biasanya, yaitu memberi nama awalan
atau akhiran pada hidrokarbon induk.Sedangkan posisi dari substituen harus
ditunjukkan oleh nomor dari atom karbon dimana ia terikat.
C. Stereokimia Steroida
Stereokimia steroida telah
diselidiki oleh para ahli kimia dengan menggunakan cara analisa sinar X dari
struktur kristalnya atau cara-cara kimia, Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa
konfigurasi dari kerangka dasar steroida dapat dinyatakan sebagai berikut :
CH3
CH3 H R CH3CH3 H R
H
H H
H H H
A/B Cis
A/B trans
Dari model molekul
menunjukkan bahwa molekul steroida adalah planar (datar). Atom atau gugus yang terikat pada inti
molekul dapat dibedakan atas dua jenis yaitu :
1. Atom atau gugus yang terletak disebelah atas bidang
molekul yaitu pada pihak yang sama dengan gugus metil pada C10 dan C13 yang disebut konfigurasi β.
Ikatan-ikatan yang menghubungkan atom atau gugus ini dengan inti molekul
digambarkan dengan garis tebal.
2. Atom atau gugus yang berada disebelah bawah bidang
molekul yang disebut dengan konfigurasi α dan ikatan-ikatannya digambarkan
dengan garis putus-putus. Sedangkan atom atau gugus yang konfigurasinya belum
jelas apakah α atau β. Dinyatakan dengan garis bergelombang.
Kedua konfigurasi
steroida tersebut mempunyai perbedaan yaitu :
1. Pada konfigurasi pertama, Cincin A dan cincin B terlebur
sedemikian rupa sehingga hubungan antara gugus metil pada C10 dan atom hidrogen pada atom C5 adalah trans
(A/B trans). Pada konfigurasi ini gugus metil pada C10 adalah β dan atom
hidrogen pada C5 adalah α.
2. Pada konfigurasi kedua, peleburan cincin A dan B
menyebabkan hubungan antara gugus metil dab atom hidrogen menjadi Cis (A/B Cis)
dan konfigurasi kedua substituen adalah β. Steroida dimana konfigurasi atom C5
adalah β termasuk deret 5β.
Pada kedua
konfigurasi tersebut, hubungan antara cincin B/C dan C/D keduanya adalah trans.
Cincin B dan C diapit oleh cincin A dan cincin D sehingga perubahan
konfirmasi dari cincin B dan cincin C
sukar terjadi. Oleh karena itu peleburan cincin B/C dalam semua steroida alam
adalah trans Akan tetapi perubahan konfirmasi dari cincin A dan Cincin B dapat
terjadi. Perubahan terhadap cincin A menyebabkan steroida dapat berada dalam
salah satu dari kedua konfigurasi tersebut. Perubahan terhadap cincin D dapat mengakibatkan
hal yang sama, sehingga peleburan cincin C/D dapat cis atau trans. Peleburan
cincin C/D adalah trans ditemukan pada hampir sebagian besar steroida alam
kecuali kelompok aglikon kardiak dimana C/D adalah cis.
Pada semua steroida alam, substituen pada C10
dan C9 berada pada pihak yang berlawanan dengan bidang molekul yaitu trans. Dan
juga hubungan antara sunstituen pada posisi C8 dan C14 adalah trans kecuali
pada senyawa-senyawa yang termasuk kelompok aglikon kardiak. Dengan demikian,
stereokimia dari steroida alan mempunyai suatu pola umum, yaitu
substituen-substituen pada titik-titik temu dari cincin sepanjang tulang
punggung molekul yaitu C-5-10-9-8-14-13 mempunyai hubungan trans.
Sifat-sifat steroida sama seperti
senyawa organik lainnya, yaitu reaksi-reaksi dari gugus-gugus fungsi yang
terikat pada molekul steroida tersebut. Misalnya, gugus 3β-hidroksil
menunjukkan semua sifat dari alkohol sekunder, tak ubahnya seperti ditunjukkan
oleh 2-propanol. Gugus hidroksil ini dapat diesterifikasi untuk menghasilkan
ester atau dioksidasi dengan berbegai oksidator yang menghasilkan suatu keton.
Karena bentuk geometri gugus 3β-hidroksil sedikit berbeda dengan sifat-sifat
gugus hidroksil yang terikat pada posisi lain. Karena faktor geometri maka
gugus 3β-hidroksil memperlihatkan sifat yang sidikit berbeda dengan
3α-hidroksil, yaitu gugus 3β-hidroksil lebih sukar mengalami dehidrasi
dibandingkan dengan gugus 3α-hidroksil walaupun prinsip dari reaksi yang
terjadi adalah sama.
D. ISOLASI DAN
KARAKTERISASI SENYAWA STEROID FRAKSI n-HEKSANA DAUN BUAS-BUAS (Premna
serratifolia L.)
Buas-buas merupakan tanaman semak yang memiliki tinggi
hingga 9 meter dan termasuk ke dalam famili verbenaceae. Batang buas-buas tidak
terlalu besar dan memiliki banyak cabang (Vavidu et al., 2009). Tanaman jenis
ini biasanya tumbuh di daerah pekarangan rumah ataupun perkebunan. Masyarakat
pada umumnya memanfaatkan daunnya seperti pada gambar 1 untuk dikonsumsi.
Menurut Warrier et al. (1995), beberapa bagian tanaman buas-buas sering
digunakan sebagai tanaman obat, di antaranya sebagai antitumor, kanker,
kelainan jantung, hepatoprotektif, batuk, asma, bronkitis, perut kembung, dan
wasir. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Muthukumaran et al.
(2013), ekstrak kayu dari tanaman buas-buas menunjukkan adanya aktivitas
antioksidan terhadap 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH), Asam
2,2-Azinobis-3-etilbenzatiazolin-6- sulfonat (ABTS), H2O2 dengan nilai IC50
berturut-turut 155 μg/mL, 211 μg/mL, dan 619 μg/mL. Akar tanaman buas-buas
memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena adanya suatu senyawa
acteoside yang memiliki nilai IC50 empat kali lebih tinggi dibandingan ekstrak
kasar kayu buas-buas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan senyawa
acteoside memilki bioaktivitas berupa aktivitas antiinflamasi, hepatoprotektif,
dan dapat menghambat pembelahan sel leukimia pada manusia (Bose et al., 2013).
Selain itu, ekstrak akar tanaman buas-buas memiliki aktivitas antimikrobial,
serta daunnya memiliki aktivitas biologis yang khas (Rajendran dan Basha,
2010). Menurut hasil penelitian Selvam et al. (2012), yang menguji ekstrak
alkohol daun buas-buas terhadap beberapa sel kanker yaitu sel MCF7, HepG2, dan
A549 diperoleh bahwa daun tanaman buas-buas memiliki aktivitas antioksidan dan
sitotoksisitas yang tinggi sehingga berpotensi sebagai antikanker. Hasil
penelitiannya juga dilaporkan bahwa ekstrak metanol daun buas-buas memiliki
aktivitas antioksidan sebesar 101,20 μg/mL dengan menggunakan metode DPPH.
Vavidu et al. (2009) dan Sing (2011) melaporkan bahwa ekstrak alkohol daun
buas-buas memiliki aktivitas hepatoprotektif, antitumor, dan antimikroba.
Beberapa senyawa metabolit sekunder yang diketahui bersifat aktif pada ekstrak
alkohol daun buas-buas adalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan
triterpenoid dengan uji fitokimia. Salah satu komponen utama yang terdapat pada
daun buas-buas adalah senyawa fitosterol. Oleh karena itu, pada penelitian ini
akan dilakukan isolasi dan karakterisasi terhadap senyawa steroid dari daun
buas-buas tersebut. Karakterisasi senyawa tersebut akan dilakukan menggunakan
spektrofotometer inframerah untuk menentukan struktur senyawa steroid fraksi
n-heksana daun buas-buas.
METODOLOGI
PENELITIAN
·
Alat
dan Bahan
-
Alat -alat yang digunakan diantaranya adalah
seperangkat alat gelas, neraca analitik, seperangkat alat kromatografi kolom
dan kromatografi lapis tipis, soklet, evaporator heidolph, dan spektrofotometer
inframerah Shimadzu.
-
Bahan -bahan yang digunakan adalah
amoniak, asam klorida, asam sulfat, asam asetat, etanol, daun buas-buas,
kloroform, aseton, n-heksana, serbuk magnesium (Mg), pereaksi Meyer dan Wagner,
pereaksi Lieberman-Buchard, silika gel G-60, dan silika gel 60 F254.
·
Cara
Kerja
-
Preparasi Sampel Sampel daun buas-buas
diambil dari kota Pontianak, Kalimantan Barat. Daun buas-buas dibersihkan, dan
dipotong tipistipis serta dikering-anginkan. Sampel yang telah kering
dihaluskan sampai menjadi serbuk. Sebelum preparasi sampel dideterminasi di
Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Tanjungpura.
·
Ekstraksi
Sampel
Seberat
1000 g serbuk kering daun buas-buas disokletasi dengan 5 L pelarut nheksana.
Ekstrak n-heksana dipekatkan menggunakan rotary evaporator.(Gunawan, dkk.,
2008).
·
Uji
Fitokimia
-
Uji fitokimia dilakukan dengan beberapa
metode untuk mengidentifikasi golongan senyawa yang ada pada ekstrak nheksana.
Metode-metodenya seperti di bawah ini :
a. Identifikasi
Alkaloid
Sampel 15 mg ditambahkan 5 mL kloroform
dan 5 mL amoniak, dan dipanaskan serta dikocok. Hasil campuran disaring dan
dimasukan ke tabung reaksi. Masing-masing filtrat diteteskan 5 tetes asam
sulfat 2 N, kemudian dikocok dan didiamkan. Bagian atas dari masing-masing
filtrat diambil dan diuji dengan pereaksi Meyer dan Wagner. Terbentuknya endapan
jingga, cokelat, dan putih menunjukkan adanya alkaloid (Harborne,1987).
b. Identifikasi Flavonoid
Sampel 15 mg ditambahkan dengan 5 mL
etanol, kemudian dikocok dan dipanaskan. Hasil campuran disaring dan dimasukkan
ke tabung reaksi. Selanjutnya pada masing-masing filtrat kemudian ditambahkan
magnesium 0,2 g dan 3 tetes asam klorida. Terbentuknya warna merah pada lapisan
etanol menunjukkan adanya flavonoid (Harborne, 1987).
a. Penentuan
Terpenoid-steroid
Uji
Lieberman–Burchard. 15 mg sampel ditambahkan asam asetat
glasial sebanyak 10 tetes dan asam sulfat pekat 2 tetes. Larutan dikocok
perlahan, dibiarkan selama beberapa menit. Steroid memberikan warna biru atau
hijau, dan triterpenoid memberikan warna merah atau ungu (Harborne, 1987).
Uji
Salkowski. 15 mg sampel dari masing-masing ekstrak dilarutkan
dalam 2 mL kloroform dan 3 mL asam sulfat pekat. Kemudian akan terbentuk dua
lapisan. Lapisan warna merah atau orange menunjukkan adanya senyawa
terpenoidsteroid (Egwaikhide dan Gimba, 2007).
·
Isolasi
dan Pemurnian
Isolasi
dan pemurnian ekstrak meliputi beberapa metode, yaitu Kromatografi Lapis Tipis
(KLT), Kromatografi Vakum Cair (KVC), dan Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG):
·
Kromatografi
Vakum Cair (KVC) Ekstrak dielusi menggunakan KLT untuk
menentukan eluen yang pola pemisahannya paling baik. Fase diam yang digunakan
adalah silika gel G60 F254 dan fasa gerak berupa n-heksana dan etil asetat
dengan perbandingan 4:1. Fraksi tersebut kemudian dipisahkan dengan menggunakan
eluen n-heksana dan etil asetat dengan metode Kromatografi Vakum Cair (KVC).
Masing-masing eluen yang digunakan adalah 200 ml. Fraksi hasil pemisahan
ditampung setiap 50 ml (Juliana, dkk., 2010).
·
Kromatografi
Kolom Gravitasi
(KKG)
Sebelum
dilakukan kromatografi kolom, dilakukan terlebih dahulu KLT. Tujuannya adalah
untuk menentukan pola pemisahan senyawa. Selanjutnya fraksi ini dielusi dengan
Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG) dengan tingkat kepolaran bergradien
menggunakan n-heksana dan etil asetat. Eluat hasil pemisahan ditampung setiap 5
ml Semua eluat dianalisis menggunakan KLT. Pola pemisahan yang sama selanjutnya
digabungkan (Yuliana, 2013).
·
Rekristalisasi
Isolat
Isolat
direktristalisasi dengan tujuan pemurnian menggunakan pelarut etil asetat.
Rekristalisasi dilakukan pada suhu 0 0C sehingga kristal yang terbentuk menjadi
sempurna.
·
Uji
Kemurnian dan Identifikasi Isolat
Isolat
yang diperoleh diuji kemurniannya menggunakan teknik KLT dengan berbagai jenis
eluen. Pemilihan komposisi eluen didasarkan pada kenaikan tingkat kepolaran.
Jika berdasarkan analisis menggunakan KLT menghasilkan noda tunggal, maka
isolat dapat dikatakan murni. Identifikasi dilakukan dengan uji fitokimia.
·
Karakterisasi
Isolat dengan Spektrofotometri Inframerah
Isolat
yang diperoleh dianalisis menggunakan spektrofotometer inframerah Shimadzu.
Jadi dapat disimpukan bahwa Senyawa steroid fraksi n-heksana
daun buas-buas diduga merupakan suatu
cholestane yang termasuk dalam salah satu
golongon steroid.
Permasalahan :
1.
Apa saja kegunaan steroid pada tumbuhan dan manusia?
2. Apa dampak bagi wanita yang mengkonsumsi steroid dalam jangka panjang?
3.
Mengapa konfigurasi steroid menghasilkan
cis/trans? Apa yang membedakannya!
Menjawab pertanyaan ketiga, Hubungan cincin A dengan B ada dua kemungkinan yakni trans dan cis. Konfigurasi trans cincin A terhadap B terjadi jika posisi atom hydrogen yang terikat pada C-5 terletak trans terhadap gugus metil pada C-10. keadaan ini menunjukkan pula bahwa atom hydrogen pada C-5 adalah berkedudukan α, sehingga steroid jenis ini disebut deret α. Berlawanan dengan itu disebut steroid deret ß, jika hydrogen pada C-5 berkedudukan ß, yang berarti posisinya cis terhadap gugus metil pada C-10. Keadaan tersebut menggambar konfigurasi cincin A terhadap cincin B adalah cis.
ReplyDeletePada steroid alam hubungan antara cincin B dan cincin C selalu trans. Konformasi cincin B dan cincin C sulit berubah karena diapit oleh cincin A dan D. Cincin A dapat berubah sehingga dapat memungkinkan steroid berada dalam dua macam konformasi yakni trans atau cis. Demikian pula halnya dengan cincin D dapat berubah sehingga hubungan cincin C dan D dapat trans atau cis. Namun pada kenyataannya hubungan cincin C dan D pada hamper semua jenis steroid adalah trans kecuali kelompok aglikon kardiak dimana cincin C dan D adalah cis. Dalam semua steroid alam, subtituen pada C-10 dan C-9 berada pada pihak yang berlawanan terhadap bidang molekul, yaitu trans. Demikian pula hubungan antara subtituen pada posisi C-9 dan C-8, C-8 dan C-14, C-14 dan C-13 adalah trans. Dengan demikian, stereokimia dari steroid alam mempunyai suatu pola umum, yakni subtituen pada titik-titik temu dari cincin disepanjang molekul C-3-10-9-8-14-13 merupakan hubungan trans.
Saya ingin menanggapi permasalahan kedua dimana menurut saya dampak dari penggunaan steroid bagi wanita yang mengkonsumsinya ini akan berdampak buruk bila dikonsumsi secara berlebihan. Sedangkan untuk efek jangka panjangnya seperti:
ReplyDelete1. Menimbulkan delusi sebuah pikiran yang tidak sesuai kenyataan.
2. Pelebaran jantung akibat kerusakan otot jantung.
3. Berisiko terkena serangan jantung.
4. Meningkatkan kolestrol jahat.
5. Kanker hati.
Saya akan mencoba menjawab permasalahan ke dua dimana Kortikosteroid adalah suatu hormon yang dibuat oleh bagian korteks (luar) dari kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki dua efek utama yang disebut efek glukokortikoid dan efek mineralokortikoid.
ReplyDeleteEfek glukokortikoid antara lain :
Meningkatkan glukoneogenesis, yaitu pembentukan glukosa dari protein, sehingga beresiko meningkatkan kadar gula darah. Karena itu, orang dengan resiko diabetes dapat mengalami kenaikan kadar gula darah yang nyata.
Efek katabolik, yaitu mengurai protein sehingga mengurangi pembentukan protein, termasuk protein yang diperlukan untuk pembentukan tulang. Akibatnya terjadi osteoporosis atau keropos tulang, karena matriks protein tulang menyusut. Efek ini juga menyebabkan gangguan pertumbuhan jika digunakan pada anak-anak dalam jangka waktu lama.
Mempengaruhi metabolisme lemak tubuh dan distribusinya, sehingga menyebabkan pertambahan lemak di bagian-bagian tertentu tubuh, yaitu di wajah (jadi membulat), bahu, dan perut.
Mengurangi menghambat proses radang, sehingga merupakan obat pilihan berbagai penyakit peradangan,
Menurunkan fungsi jaringan limfa sehingga menyebabkan berkurangnya dan mengecilnya sel limfosit. Efek ini menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh atau imunosupresan
Sedangkan efek mineralokortikoid utamanya adalah mengatur keseimbangan garam mineral dan air dalam tubuh.
baik saya akan menjawab permasalahan no 1
ReplyDeleteSecara rinci beberapa manfaat steroid pada tumbuhan adalah sebagai berikut :
1. meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan
2. menghambat penuaan daun (senescence)
3. mengakibatkan lengkuk pada daun rumput-rumputan
4. menghambat proses gugurnya daun
5. menghambat pertumbuhan akar tumbuhan
6. meningkatkan resistensi pucuk tumbuhan kepada stress lingkungan
7. menstimulasi perpanjangan sel di pucuk tumbuhan
8. merangsang pertumbuhan pucuk tumbuhan
9. merangsang diferensiasi xylem tumbuhan
10. menghambat pertumbuhan pucuk pada saat kahat udara dan endogenus karbohidrat.
Manfaat bagi manusia yaitu
1. Steroid adrenal adalah hormon yang disekresikan oleh kelenjar adrenal. Organ-organ kelenjar terletak di dekat dengan ginjal. Untuk lebih spesifik, korteks adrenal, wilayah luar kelenjar adrenal terlibat dalam produksi hormon. Berfungsi untuk melaksanakan berbagai fungsi metabolisme.
2. Steroid anabolik adalah hormon yang menampilkan aktivitas androgenik, dan fungsi yang sangat mirip dengan testosteron. Disintesis dalam testis dan ovarium, mereka merangsang sintesis protein dalam sel-sel otot rangka. Sederhananya, steroid anabolik, seperti hormon pertumbuhan, meningkatkan pertumbuhan otot dan membantu untuk mendapatkan otot yang lebih kuat. Mereka juga membantu dalam pengembangan dan pemeliharaan karakteristik maskulin.
Kegunaan steroid pada tumbuhan:
Deletemeningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhanmenghambat penuaan daun (senescence)mengakibatkan lengkuk pada daun rumput-rumputanmenghambat proses gugurnya daunmenghambat pertumbuhan akar tumbuhanmeningkatkan resistensi pucuk tumbuhan kepada stress lingkunganmenstimulasi perpanjangan sel di pucuk tumbuhanmerangsang pertumbuhan pucuk tumbuhanmerangsang diferensiasi xylem tumbuhanmenghambat pertumbuhan pucuk pada saat kahat udara dan endogenus karbohidrat.
Efek samping steroid pada manusia:
Kerja liver yang semakin berat.Penurunan produksi hormon testosteron alami.Meningkatkan kadar kolesterol dan tekanan darah.Kerja kelenjar tiroid yang semakin berat.Sakit kepala.MimisanKramGynecomastia (pembentukan payudara pada pria)Insensitifitas insulinEfek samping Androgenic: menebalnya rambut, pembengkakan prostat, kulit berminyak, retensi air tinggi, dan makin agresif / temperamentalTerhambatnya pertumbuhan apabila masih remaja (dalam masa pertumbuhan)Diare, konstipasi, muntahDapat memicu perkembangan tumor